Kasat Lantas Polresta Depok Kompol Ristro Samudra mengatakan, penyebab kecelakaan tersebut adalah akibat factor manusia yang kurang hati-hati dan disiplin dalam berlalu lintas. Misalnya saja, pengendara saling menyalip di jalan raya atau banyak juga yang melawan arus kendaraan. “Mereka tidak kontrol saat mengendarai kendaraan, terutama bagi pengendara roda dua,” tandas Risto didampingi Kanit laka lantas, AKP Supriyono, Selasa (25/10).
Kecelakaan kerap terjadi pada jam padat. Misalnya saja antara pukul 07.00 WIB 18.00 WIB. “Sebanyak 80 persen angka kecelakaan didominasi oleh kendaraan roda dua. Dan banyak pula pengendara yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Termasuk usia di abwah umur yang membawa kendaraan dan menabrak pejalan kaki. Jumlahnya antara 5-10 kasus,” jelas mantan Kasi Prasarana Jalan Subdit Dikyasa Polda Metro Jaya itu.
Menurut Risto, ada tiga wilayah rawan kecelakaan di Depok antara lain Jalan Raya Margonda, Jalan Raya Parung dan Jalan Raya Bogor. “Dari tiga titik tersebut, Jalan Raya Parung yang tertinggi korban meninggal dunia. Sedangkan kasus kecelakaan tertinggi terjadi di Jalan Raya Margonda,” kata Ristro kepada wartawan.
Ristro merinci, untuk Jalan Raya Margonda tercatat 59 kasus dengan angka meninggal dunia 3 orang. Jalan Raya Parung sebanyak 48 kasus dan meninggal dunia 12 kasus serta Jalan Raya Bogor sebanyak 57 kasus dengan angka meninggal dunia mencapai sembilan orang. Untuk Jalan Raya Parung sendiri, sambung dia, kecelakaan disebabkan tidak adanya separator sehingga kendaraan dari dua arus berlawanan kerap saling tabrak. Selain itu tidak adanya marka jalan dan penerangan jalan umum (PJU) juga menjadi pemicu. “Kendaraan saling ngebut dan saling mendahului. Lawan arah tanpa lihat-lihat dan tidak hati-hati,” ujarnya.
Kanit Laka Lantas Polresta Depok AKP Supriyono mengimbau kepada pengendara agar lebih berhati-hati. Dia membenarkan kurang tertibnya pengendara sering menjadi penyebab kecelakaan. Ditambah lagi kurangnya fasilitas jalan yang ada di Jalan Raya Parung. “Di Jalan Raya Margonda, penyebrang dan pengendara memang semrawut. Kurangnya jembatan penyebrangan orang (JPO) menjadi faktor karena jalan tersebut sangat lebar tapi tidak didukung dengan fasilitas bagi pejalan kaki,” tandas Supriyono.(wandy)